SLIDER

solontine

Friday 9 September 2011 | 14 comments

semua diawali dari sini....
 

Sendiri tak berarti sepi, melainkan proses memaknai tanpa distorsi
(Saya, 14 Februari 2011)

Sisa waktu kosong selama 8 jam adalah anugerah buat saya yang tengah menjalani hari-hari super cepat. Semacam bukan hal yang patut di sia-siakan. Dan Surakartapun menjadi tempat yang terpilih siang itu.
 
Let’s SOLO Backpacking....
Sambil menunggu kereta,  mari kita sholat dahulu. Letaknya ada ada di sebelah barat stasiun. Habis sholat, sembari nunggu kereta datang, jangan lupa cek-cek barang bawaan. Meski perjalanannya relatif singkat, karena melakukan perjalanan sendiri tetap harus memperhatikan barang bawaan. jangan lupa bawa minum yaa..

dan yang penting lagi adalahh
tiket-uang-dan uang receh:)
di kereta prameks saya sempatkan untuk sms 2 teman saya, Dhita & Niqha untuk bertanya tentang transportasi di solo yang paling efektif sesuai tujuan saya. Biar mantap!!

Saya turun di St. Purwosari kemudian naik bus damri menuju Ngladak. Bus Damri ini semacam busway atau transJogja dengan warna biru. Tiketnya 3 ribu rupiah saja sudah termasuk hiburan lagu-lagu masa kini di dalamnya.
Sampai di Ngladak, saya sudah disambut abang-abang becak yang berjajar di samping halte bus yang siap mengantarkan keliling keraton. Biaya membecak keliling keraton 5 ribu rupiah. Tapi bicara soal pekerja otot satu ini, saya selalu ingat kata-kata Pak Zar'an guru agama saya waktu SMA: "naik becak adalah salah satu ladang yang tidak boleh disia-siakan". caranya: tawarlah sesukamu, bayarlah melebihinya.

Tempat pertama yang dituju adalah museum keraton,
kejadian di sana sedikit mengecewakan bin menggelikan. Baru menginjakkan kaki di pintu masuk, seorang bapak dengan segerendel kunci ditangannya yang saya duga penjaga museum berteriak
si bpk : mbak, ayo keluar sudah tutup!!
saya   : lha ini kan belum di tutup, pak
si bpk : iya ini mau saya tutup, (menunjukkan kunci)
saya   : please, pak. bentar aja saya dari jogja nih, pak
si bpk : lha ya udah pulang aja, besok ke sini lagi
saya   : (mulai bete), saya moto aja deh, pak.  Di situ ya(menunjuk taman di tengah)
si bpk : ndak boleh dari sini aja, menunjuk tempat saya berdiri. 20 detik aja ya, mba.
             saya    : (tidak mendengarkan, tetap fokus moto dari tempat saya berdiri)
si bpk : (menarik tas saya), ayo mbak keluar
saya   : yah, pak dikit lagi (tetap memoto-moto)
si bpk : menggusah-ngusah, saya  *menggoyang-goyangkan tangan bak mengusir ayam*
         --------------------------------------------------------------------------------------------
yang terambil dari tempat saya berdiri.........
lorong
taman tengah museum
                                      




adegan selanjutnya antara saya dan si bpk cukup panjang, bahkan saya sudah sampai mengancam akan mengadukannya ke raja surakarta(ancaman yang kalau saya pikir patut dipikirkan lagi :p) juga ancaman menyebarkan ini lewat media (ini yang sedang saya lakukan sekarang). hampir saja saya berhasil mengambil gambar dirinya, tapi ternyata si bpk adalah orang yang cepat kaki, saat kamera menyorot kearahnya dia langsung ngacir dan hanya menyisakan sedikit bagian tubuhnya untuk terdokumentasi (ih si bpk tetep pengen eksis). Ah saya tidak tidak melupakan gaya tanganmu wahai Bapak Penjaga Museum yang pelit. Tunggu saya lagi huahahaha*senyum sadis*


Mari kita lupakan soal museum itu, dan berlanjut ke tempat lain, keraton

keraton surakarta
Keraton hari itu ditutup dan diamankan untuk persiapan acara budaya grebeg , esok hari di tanggal 15 Februari. Pengunjung hanya diperkenankan berada di sekitar teras. Tidak seperti keraton umumnya yang memajang patung-patung dengan wujud, hewan, dewa atau apapun yang sangat kental dengan patung indonesia,  keraton surakarta justru memanjang patung-patung khas eropa. Awalnya saya heran, tetapi Bapak yang kemudian saya temui di setinggil menceritakan bahwa ini berkaitan dengan sejarah dimana surakarta terbagi menjadi 2: kasunanan  surakarta dan mangkunegara, dimana saat itu kasunanan surakarta mau bekerjasama dengan pihak luar sehingga bangunan dan benda-benda di keraton juga terkena sentuhan Eropa.


Siti Hinggil adalah bangunan di dekat keraton, tempat dimana di semayamkan Nyai Setomi, yaitu sebuah meriam yang pernah berjasa pada surakarta pada suatu peperangan. Sekarang ia menjadi salah satu benda yang di sakralkan dan tidak sembarang orang boleh melihatnya.


Di salah satu pojok lingkungan setinggil ini terdapat  tempat dimana Kyai Sala, seorang ulama terkenal Surakarta pernah dimakamkan sebelum di pindah ke makam yang sekarang ini.Sampai sekarang masih ada orang-orang tertentu yang mengunjungi pojok itu untuk tujuan tertentu. Ketika saya menengoknya masih terdapat sisa-sisa bunga tabur dan semacamnya.

Dan di sini juga berdiri dengan gagah pohon Sala berusia ratusan tahun. Nama pohon yang juga  menjadi nama lain dari Surakarta.

Hal-hal ini saya dapat dari seorang Bapak yang saya temui di studio radio di dalam lingkungan setinggil. Selain menceritakan banyak hal, bapak berusia sekitar 58 tahun itu juga sangat menyenangkan untuk diajak berdiskusi. Terutama perihal budaya, modernisasi dalam keraton surakarta dan juga yogyakarta.

Saat akan berpamitan saya tidak lupa mengucapkan terimakasih dan berkenalan dengan si Bapak (saya lupa melakukannya di awal hehe). Sambil tersenyum bapak dengan rambut digelung dibelakang berkata, "nama kecil saya  Suryo Bandono atau orang-orang biasa memanggil saya,  Puger ". Bersamaan dengan itu seorang Bapak tua lewat dihadapan kami sambil menunduk dan menyapa "Gusti...".


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
sore ini ditutup dengan kepanikan karena ketakutan ketinggalan kereta prameks. ya bagaimanapun nikmatnya perjalanan saya hari itu, tetapi saya tetap memikirkan sebuah rapat yang harus saya hadiri di malam harinya.

Suatu hari saya ingin ke sana lagi, dengan tujuan lain, berkuline. Dan  sepertinya saya tidak akan menyolo lagi ke sana sebagaimana saya telah berjanji padanya.Tapi tidak berlaku ke tempat-tempat yang lainnya hehe.
sampai jumpa, Surakarta...


Solo di hari Valentine,


Kurnia Kartikawati

mesin waktu itu berwujud timbangan berat badan

Sunday 4 September 2011 | 2 comments

berdiri di atasnya, aku teringat...

waktu itu beratku hampir 60 kg,
dengan senyum manis, dan usia yang lebih muda 1,5 tahun dari hari ini
8 bulan, bersama dia dan kalian
pasti saat itu aku memiliki otak paling berat yang pernah aku punya

sekarang, angka di timbangan menunjukkan perubahan drastis melebihi angka 12 kg, 


monkey valley, 2010

aku masih punya janji untuk mengisahkannya, tenang saja :)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
setiap kilogram pertambahan dan pengurangan di badanmu menyimpan kisahnya masing-masing. 
ambil timbangan, naik diatasnya, selamat menjelajah waktu.

NGU!!

-Kachan-
© People & Place • Theme by Maira G.